Header Ads

Budaya Kampung Naga


WARGA adat Kampung Naga, Desa Neglasari, Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya, berupaya mengembangkan budaya dengan membangun daerah wisata, guna mempertahankan kelestiran beberapa situs di gunung Masigit. Lokasinya, tidak begitu jauh dari Kampung Naga masih termasuk kawasan Desa/Kecamatan Salawu

Perhatian pemerintah terhadap warga Kampung Naga, terus berkembang. Pemprov Jabar memberikan pula donasi untuk mengembangkan budaya di Kampung Naga. Sehingga Kampung Naga kini nampak lebih asri. Menurut kuncen, pengembangan budaya dengan membangun tempat wisata itu justru untuk melestarikan situs-situs yang ada di Kampung Pasir Masigit.

"Da ari adat mah moal tiasa ditambih atanapi dikurangan, tapi budaya masih tiasa dikembangkan," kata kuncen. Di Kampung Pasir Masigit selain terdapat situs, juga ada 12 mata air, di antaranya dua mata air sudah mengalami krisis. Mata air itu mengalami kritis akibat seluas 7 hektar lahan pengangonan di sana dalam keadaan kritis pula, sebab dari luas sekitar 38 hektar tanah negara di Gunung Pasir Masigit sekitar 7 hektar di antaranya kritis.

Pada 2004, dari 11.000 bibit pohon bantuan pemerintah, ternyata bibit pohon tidak ada alias hilang di jalan. Di Gunung Masigit kini berdiri sebuah bangunan Padepokan, yang digunakan sebagai tempat pertemuan. Kemudian tidak jauh dari lokasi itu terdapat pula beberapa bangunan tradisonal dengana atap dari daun semacam sirap. Sedangkan antara bangunan yang satu dengan lainnya dilengkapi dengan jalan, pintu gerbang, dan taman-taman.

Ada keunikan tersendiri yang dilakukan oleh suku adat kampung Naga yaitu minyak tanah yang mereka beli bukan untuk keperluan memasak, melainkan untuk sekedar penerangan di malam hari. Sedangkan untuk keperluan memasak mereka menggunakan kayu bakar.

Desa budaya di dalamnya ada satu kawasan yang bukan sekedar kultur, tapi sekaligus bagaimana kultur itu mendorong dan menopang pemeliharaan atau pengembangan lingkungan.

Perhatian untuk melestarikan Kampung Naga, rupanya tidak diperoleh dari pemerintah saja, mantan Kapolwil Priangan, Irjen Pol Anton Charliyan pun memberikan perhatian serius. Anton Charliyan yang dikenal sebagai budayawan itu mengatakan, tugas polisi bukan saja melindungi dan mengayomi masyarakat, tapi juga melindungi warisan leluhur, situs-situs, dan cagar budaya. Dalam rangka ikut melindungi budaya, ia mencoba membuat papan-papan peringatan di situs-situs di seluruh Priangan. "Agar masyarakat mencintai warisan leluhur berupa situs atau budaya, maka kita harus ngamumule semua warisan leluhur kita dulu,” katanya.***



No comments:

Powered by Blogger.